Nonton film yang satu ini saya ngerasaain banget saat-saat yang seperti itu.
The Art Of Getting By—judulnya.
Pertama-tama saya ambil film ini adalah karena seorang Freddie Highmore.
Tau siapa dia? Kalo tau film August Rush, pasti tau banget deh siapa dia. Saya suka banget film itu dan juga Freddie Highmore disitu. Berhubung saya ga tau menau film mana lagi yang ada dianya, begitu ketemu The Art Of Getting By yang nampangin Freddie Highmore saya ga pikir panjang buat beli.
Film ini hmmm… eh oya di covernya sih ditulis kalo film ini diproduksi oleh studio film yang sama, sama Juno dan 500 Days Of Summer. Saya punya dua-duanya(bukan mo pamer atau promosi loh ya hehe) dan walaupun emang keliatannya dua film itu meaningful, entah kenapa saya ga begitu enjoy nontonnya—ga seenjoy saya nonton The Art Of Getting By. Buat saya Juno terlalu "keterlaluan" (hah?) dan aneh aja gitu liatnya. Kalo 500 Days Of Summer, duh… saya bingung nontonnya dan endingnya bukan tipe-tipe ending yang enak di hati, satu-satunya yang bikin saya bertahan nonton film itu adalah, Joseph Gordon-Levitt sama Zoey Deschanel-nya haha. Mereka perfect.
Well, kembali ke The Art Of Getting By, film ini sederhana banget kalo menurut saya. Latar ceritanya tentang seorang anak kelas tiga SMA(just like me) yang galau abis-abisan(almost just like me, hehe) dan kegalauannya itu bersumber dari kepercayaannya tentang pepatah yang bilang gini ni: you are born alone, die alone, and everything else is an illusion. Jadi si George ini, dia percaya bahwa apapun yang dia kerjakan di dunia ini semuanya itu adalah ilusi atau omong kosong—kasarnya. Dan itu imbasnya macem-macem, dari mulai dia ga peduli sama semua tugas sekolahnya, ga peduli walaupun ga ada yang mau bertemen sama dia karena keanehan dan kerumitan jalan pikirannya, dan—yang terparah—dia ga peduli sama bakat hebat yang sebenarnya ada di dalam dirinya. George bahkan hampir aja ga bisa lulus dari sekolah karena kegalauannya itu. Sampai akhirnya dia ketemu seorang, cewek.
Namanya Sally(Emma Roberts).
here is our gorgeous Sally~
Saya suka karakternya Sally disini. Dan salah satu yang menarik dari film ini adalah gimana si Sally yang easy going nanti bisa bertemen baik sama George yang keliatannya rempong abis.
–end of spoiler-
Buat saya, film ini rasanya pas—banget. Ga lebay, ga vulgar, ga terlalu rumit, dan sweet. Freddie Highmore-nya uda tambah tinggi—banget—dan tambah keren(pastinya). Beda sama si kecil Freddie yang di August Rush. Oya plus Emma Roberts yang cantik dan menawan. Kombinasi mereka berdua enak banget diliatnya. Endingnya oke dan keseluruhan jalan ceritanya nggak akan deh bikin kita pengen neken tombol buat cepetin DVD hahaha.
Pokoknya film ini, high recommended! Banget! Khususnya buat anak kelas tiga SMA yang lagi—masih—galau-galaunya(heheee:D)
Pelajaran yang bisa diambil dari film ini:
Sebenernya sesuatu yang kita yakini yang keliatannya itu rumit—dan yang bikin kita galau abis-abisan ga karuan—mungkin adalah sesuatu yang sebenernya sederhana aja. Kita cuma butuh sudut pandang lain untuk ngeliatnya. Untuk melepas kegalauan menurut film ini adalah kita harus bisa menerima bahwa apa yang kita yakini ga semuanya bakal membuat cerita hidup kita berjalan dengan baik, bahwa mungkin mencoba untuk memperbaiki keyakinan itu bisa jadi alternatif yang pas. Dengerin pendapat orang yang tau banget siapa kita, itu langkah awal yang baik.
Anak kelas tiga SMA mungkin memang yang pikirannya dan pelajarannya paling ribet dari anak SMA di tingkat-tingkat bawahnya. Jelas, karena ini—masa-masa kelas tiga SMA ini—adalah titik di mana seorang remaja SMA harus mikirin: abis ini saya mau jadi apa? saya mau lakuin apa? Dan pertanyaan itu bukan pertanyaan yang lima detik bisa terjawab(kaya kata Pa Ismuji kalo ada soal integral atau trigono yang gampang), bukan banget. Kita harus bener-bener yakin sama apa yang kita pilih.
Saya, gitu. Saya ngerasa saya ribet banget dan galaunya lebay banget hehe. Tapi semuanya harus berakhir karena memang semuanya akan berakhir. Ini sudah yang paling terakhir. Paling terakhir pake seragam putih abu-abu. Terakhir belajar dengan jadwal pelajaran yang padet dan teratur. Terakhir dimarahin, diceramahin, diingetin, dan disemangatin sama guru-guru yang bener-bener care dan peduli.
Pokoknya film ini, high recommended! Banget! Khususnya buat anak kelas tiga SMA yang lagi—masih—galau-galaunya(heheee:D)
Pelajaran yang bisa diambil dari film ini:
Sebenernya sesuatu yang kita yakini yang keliatannya itu rumit—dan yang bikin kita galau abis-abisan ga karuan—mungkin adalah sesuatu yang sebenernya sederhana aja. Kita cuma butuh sudut pandang lain untuk ngeliatnya. Untuk melepas kegalauan menurut film ini adalah kita harus bisa menerima bahwa apa yang kita yakini ga semuanya bakal membuat cerita hidup kita berjalan dengan baik, bahwa mungkin mencoba untuk memperbaiki keyakinan itu bisa jadi alternatif yang pas. Dengerin pendapat orang yang tau banget siapa kita, itu langkah awal yang baik.
Anak kelas tiga SMA mungkin memang yang pikirannya dan pelajarannya paling ribet dari anak SMA di tingkat-tingkat bawahnya. Jelas, karena ini—masa-masa kelas tiga SMA ini—adalah titik di mana seorang remaja SMA harus mikirin: abis ini saya mau jadi apa? saya mau lakuin apa? Dan pertanyaan itu bukan pertanyaan yang lima detik bisa terjawab(kaya kata Pa Ismuji kalo ada soal integral atau trigono yang gampang), bukan banget. Kita harus bener-bener yakin sama apa yang kita pilih.
Saya, gitu. Saya ngerasa saya ribet banget dan galaunya lebay banget hehe. Tapi semuanya harus berakhir karena memang semuanya akan berakhir. Ini sudah yang paling terakhir. Paling terakhir pake seragam putih abu-abu. Terakhir belajar dengan jadwal pelajaran yang padet dan teratur. Terakhir dimarahin, diceramahin, diingetin, dan disemangatin sama guru-guru yang bener-bener care dan peduli.
Jadi?
Yah, semangat! Apapun tujuannya kita pasti bisa—kita semua—InsyaAllah pasti bisa:)
Yah, semangat! Apapun tujuannya kita pasti bisa—kita semua—InsyaAllah pasti bisa:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar